Beradab dengan Kelembutan

heart-sun-580x387Beberapa waktu yg lalu saya menuliskan status bahwa “masyarakat cerdas adalah masyarakat yg tidak memilih jalan anarkis dalam menyelesaikan masalah”.

Masyarakat yg cerdas yg saya maksud adalah masyarakat yg berhasil mempertemukan kepintaran otaknya dengan kata hatinya, dengan rasa yg berkembang seiring perkembangan logika.

Istilah tepo seliro, gotong royong, asah asih asuh, Bhineka Tunggal Ika dan masih banyak lagi adalah istilah yg berhasil berkembangan dalam masyarakat yg cerdas, masyarakat yg memiliki keingingn bersama untuk hidup damai, berkembang bersama,diatas segala perbedaan yang alamiah adanya, Perbedaan yang ada karena ciptaan yang Maha Pencipta Adanya. inilah masyarakat yg cerdas yang saya maksud.

Masyarakat yg memilih untuk lebih dewasa dalam menyikapi perbedaan, Berbeda pandangan/pemikira bukan berarti harus saling memerangi/membunuh bukan? ada cara yg lain yang bisa dilakukan, dengan dialog, dengan saling belajar untuk memahami, dengan saling mengapresiasi satu sama lain, sekali lagi inilah pilihan masyarakat cerdas. yang sudah berpuluh-puluh tahun pernah dipahami dan diterapkan di negeri ini.

Sekarang, usaha-usaha untuk membodohkan masyarakat kita sedang dilakukan, dan sayangnya usaha itupun menggunakan saudara-saudara kita sendiri. Segala macam perbedaan dikedepankan terutama dalam masalah AGAMA, Saya harus secara jujur mangatakan ini, karena usaha-usaha pembodohan sudah sangat mengkhawatirkan akhir-akhir ini. Orang-orang yg seharusnya bisa dengan cerdas menyikapi perbedaan ternyata sudah terkena virus “bodoh” ini juga, kaum yg menamakan dirinya intelektual(Mahasiswa) juga telah berhasil disusupi virus pembodohan ini.

Perbedaan dikedepankan, Pemahaman saya lebih baik sehingga punya hak untuk mengkafirkan yg tidak sefaham sudah semakin biasa terdengar bahkan sampai ke telinga anak-anak kecil yg seharusnya bisa bersahabat dengan siapa saja.

Didukung pula oleh media-media yang tidak mengerti masalahnya hanya berpegang pada menyampaikan berita terbaru, tanpa usaha investigasi tanpa sensor datang kehadapan kita, keruang-ruang pribadi kita, kealam bawah sadar kita membicarakan tentang cara-cara kekerasan dalam menyelesaikan konflik, seolah kedamaian tak ada lagi.

Sedangkan hal-hal yg mendamaikan, berita tentang usaha-usaha menyatukan umat manusia dalam perbedaan dipandang tak menarik, tak ada rating, sungguh virus pembodohan ini sudah mulai menjalar dengan sangat cepat.

Kenapa saya sebut itu virud pembodohan, karena dalam sejarah manusia telah sekian kali mengalami peperangan yang memakan banyak korban dan hampir membunuh peradaban manusia itu sendiri. Dari setiap kejadian itu manusia belajar bahwa cara-cara kekerasan tak akan menyelesaikan masalah, malah mengantarkan manusia pada kehancuran, Inilah manusia yg cerdas, manusia yg belajar dari sejarah dan belajar untuk hidup lebih baik. Penyebab perang telah mereka pelajari, bahwa mengedepankan perbedaan, Kerakusan, Menganggap diri paling benar, dan keberpihakan kita pada cara-cara kekerasan dalam mencapai tujuan.

Apa yg kita saksikan sekarang adalah usaha-usaha untuk membenarkan bahwa perbedaan di kedepankan, Kerakusan merajalela, Menganggap diri dan kelompok yang paling benar sehingga membolehkan cara kekerasan untuk menghilangkan yg lain yg tidak sefaham dengan kita. dalam bahasa sederhana,”Kita berbeda maka kamu boleh saya perangi, saya Bom, atau saya pentungi, saya lempari, dan bakar” ungkapan -ungkapan seperti ini sudah biasa kita saksikan di berita, atau oleh mata kepala sendiri didepan kita. Pembiasaan inilah yang saya sebut “PEMBODOHAN”.

Kita diajak terbiasa untuk melakukan kekerasan dan kiat punya pembelaan atas tindakan kita itu.

Pembodohan yang berikutnya adalah memerangi siapapun yang mengingatkan kita akan kebodohan kita.

Soekarno Bapak Bangsa kita pernah mengingatkan tentang neo imperealisme, kita salah mengartikannya, malah kita memeranginya, ingat sejarah mengatakan bahwa Soekarno pun tidak kita dengar. dan NeoImperealisme itu bernama Budaya import, pemahaman Import penuh kekerasan yg akhirnya menyebabkan kita saling bunuh satu sama lain.

Selanjutnya Gus Dur yg mencoba mengingatkan kita, juga kita abaikan, kita malah membicarakan keterbatasan fisik beliau, Pandangan beliau tentang hidup damai dalam keberagaman yg memang sudah diciptakan oleh Yang Maha Pencipta ini kita tak dengar, kita” Budeg” sebagaimana Gus Dur pernah bilang.

 

Semoga kita semua kini bisa mendengar ajakan para pendahulu kita, semoga kita tak budeg lagi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *