Best Practice dari Bapak – Part 1

Saya akan bercerita tentang apa yang masih saya ingat dan laksanakan dari ajaran praktis tetang segala hal dari Bapak saya, Ketut Mangku Laba, seorang guru bergelar DRS yang diakhir pengabdiannya mengajarkan Biologi untuk siswa Sekolah Menengah Atas (SMA Negeri)

Beliau meninggalkan kami pada tanggal 15-10-15

Saya akan tulis bukan berdasarkan urutan tertentu dari nasehat-nasehat bapak saya, ini berlaku acak sesuai dengan ingatan saya.

Membaca

Ayah saya adalah seorang yang sangat suka membaca, selain buku yang berkaitan dengan bidang studi yang beliau ajarkan, beliau juga sangat suka membaca hal-hal lain lain terutama buku tentang spiritualitas, agama, dan kehidupan. Tidak tertutup juga terhadap buku-buku tentang tanaman, beladiri, adat istiadat dan tentang tata cara upakara untuk orang Bali.

Kebiasaan membaca ini juga menular terhadap saya, waktu kecil saya suka sekali membaca kisah Mahabarata yang saya dapat dari tumpukan buku Bapak, dan juga buku-buku yang beliau sediakan untuk kami anak-anaknya. Saya ingat sekali bagaimana waktu kelas 5 Sekolah dasar saya mempraktekkan meditasi lilin yang saya dapat dari salah satu buku koleksi beliau, yang kelak saya akan temukan lagi dalam metode meditasi oleh guru meditasai saya.

Saya sering melihat Bapak membawa bukunya ke tempat tidur, sebelum istirahat beliau membaca, kemudian ditandai diberi catatan kecil disetiap di halaman-halaman yang beliau baca jika menemukan hal menarik.

Yang selalu saya ingat dari bapak adalah setiap punya buku beliau akan selalu memberi tanggal, bulan, tahun pembelian dan tanda tangannya.

Pelihara Buku

Bapaklah yang pertama kali mengajarkan saya untuk membungkus buku dengan plastik transparan, biasanya beliau sudah membelikan kami plastik khusus yang digulung sehingga bisa dibagi-bagi untuk sekian buku.

Bapak juga mempunyai teknik khusus dalam menjahit buku dengan benang khusus (benang kasur) dibagian sisi kiri buku yang dilem, tujuannya agar buku tidak terlepas halamannya dan lebih awet.

Sayang sampai saat ini saya tidak bisa meniru bagaimana bapak melakukannya. My bad.

Mencatat

Bapak yang saya kenal adalah seorang pembelajar, sampai akhir hayatnya beliau mempunyai kemauan untuk belajar, dan yang selalu saya perhatikan beliau kalau kemana-mana selalu membawa buku catatan lengkap dengan pulpen-nya, jika menemukan, mendengar sesuatu yang baru beliau akan selalu mencatat.

Dari beberapa referensi yang saya baca, dengan mencatat kita memberikan stimulus pada otak yang bertugas untuk mengingat, sehingga memori kita akan semakin kuat terhadap apa yang kita catat itu. Bapak saya mungkin menerapkan metode itu, bapak memang luar biasa.

Berbhakti

Dalam Bahasa Bali me-bakti artinya bersembahyang, bapak saya mengajarkan kepada kami anak-anaknya untuk rajin bersembahyang, selalu bersyukur, dalam setiap kesempatan beliau selalu bercerita bahwa dengan bersembahyang kita akan selalu menjadi pribadi yang utuh, yang tidak pernah lupa akan kekuatan Tuhan Semesta Alam, dengan bersyukur kita diajarkan untuk selalu mengingat Tuhan.

Dalam prakteknya Bapak selalu punya acara untuk mengajarkan kami, misal suatu hari bapak membawa rambutan dari hasil kebun sendiri, sebelum dimakan bersama bapak melarang kita untuk mengambilnya sebelum dihaturkan di plangkiran dan di pelinggih seputar rumah. Bagi kami Hindu Bali setiap rumah memiliki altar tempat berdoa yang disebut plangkiran, dan dalam lingkungan rumah setidaknya ada tiga pelinggih, semacam pura keluarga khas hindu Bali. Selain hasil kebun Bapak juga mengajarkan saya untuk selalu bersyukur dalam segala hal, saya masih ingat bagaimana bapak menyuruh saya pulang setelah mendapatkan pekerjaan pertama kali disebuah perusahaan asing, beliau bilang, kalau ada waktu pulanglah untuk tirta yatra (sembahyang ke beberapa pura) yang ada di seputaran tempat tinggal untuk bersyukur atas karunia Tuhan.

Gerak badan dan jalan-jalan

Saya masih ingat bagaimana ketika bapak mengajak saya dengan tekanan suara khas (sedikit menghardik) karena saya begitu asyik menonton TV di hari minggu. Bapak mengingatkan saya untuk mengunjungi sawah dan ladang yang jaraknya sekitar 700 m dari rumah, beliau bilang, gerakkan badanmu dan jalan-jalanlah ke sawah, berkeringatlah, lihatlah yang hijau-hijau sehingga badan sehat, mata sehat, dan pikiran jadi segar.

Kami punya kegiatan rutin semacam ke ladang bersama setiap jam 3 sore sepulang sekolah, dulu saya sangat menikmatinya, pulang dari sawah bapak mengajarkan untuk selalu membawa sesuatu yang bisa digunakan di rumah, seperti kayu bakar (waktu ini kompor gas belumlah sepopuler sekarang), janur, kelapa dll sesuai dengan apa yang ada di sawah.

Dari sini Bapak mengajarkan gaya hidup aktif, dinamis, dan bermanfaat.

Menyapa

Bapak sering sekali menegur kami anak-anaknya terutama ketika kami punya hajatan untuk belajar bertegur sapa, mengucapkan selamat datang, menyapa tamu dengan ramah. Beliau sangat tidak senang apabila anak-anak dan menantunya menjadi pribadi yang tidak ramah, sombong, angkuh, arogan dan tidak bisa bersosialisasi. Bapak biasanya memberi contoh nyata cara menyapa kepada kami, Beliau juga sering bercerita bagaimana jadinya jika kita menjadi pribadi yang tidak ramah akan dijauhi oleh orang yang berniat baik kepada kita, dijauhi oleh masyarakat.

Memelihara barang

Kami berempat, dua kakak putri, saya dan adik laki-laki saya diajarkan untuk bisa memelihara barang sendiri, contohnya sepeda, adalah wajib sehabis memakai sepeda keluar rumah apalagi dalam kondisi hujan untuk dicuci setelah memakai, setelah dicuci kemudian dioles dengan oli atau cairan anti karat pada bagian rantai dan baut-baut yang mudah berkarat.

Mencuci sendiri

Dari umur kami 6 tahun SD kelas 1, adalah wajib untuk bisa mencuci pakaian sendiri, tidak ada cerita di keluarga kami pakaiannya dicucikan orang lain.

Begitu juga untuk mencuci piring sendiri terutama piring yang habis dipakai, dicuci kemudian diletakkan pada tempat pengeringan piring, ini wajib.

Proyek Liburan

Bapak saya selalu punya rencana ketika kami tiba pada waktunya liburan sekolah, karena beliau seorang Guru, maka waktu liburan berarti libur juga bagi beliau dan kami anak-anaknya, yang paling sering adalah program menanam pohon, saya masih ingat bagaimana saya dan bapak bekerja bersama untuk menanam pohon rambutan, saya yang bertugas mengambil pupuk kandang di kandang sapi punya penggarap sawah kami, dan bapak bertugas untuk menggali, dari sana Bapak mengajarkan saya mengenai cara bercocok tanam, seberapa dalam sebuah lubang, seberapa diameternya, berapa air yang dibutuhkan untuk menyiram seberapa pupuk yang diperlukan dll.

Dilain waktu untuk mengisi liburan kami juga melakukan proyek pada rumah kami, mengecat rumah, membantu renovasi, membuat saluran air dll, sungguh hal menyenangkan.

Memelihara Tanaman

Bapak sangat suka sekali dengan pepohonan, bercocok tanam, beliau mengajarkan saya untuk selalu menyiram tanaman yang kita punya, waktu yang baik menyiram tanaman, berapa air yang dibutuhkan sehingga tanaman tidak layu karena kekurangan air atau malah kelebihan air sehingga membuat tanaman mati.

Hemat listrik

Bapak sering mengingatkan kami untuk mematikan listrik jika sudah tidak dipakai, mencabut alat-alat elektronik, dan memakai lampu sesuai dengan kebutuhan, kalau tidur gunakan lampu tidur yang watt-nya kecil, hemat listrik.

Buka tutup pintu dengan hati-hati

Bapak sangat tidak setuju jika ada orang yang suka membanting pintu, kami diajarkan untuk membuka dan menutup pintu dengan selalu hati-hati tanpa membanting, tanpa suara. Bapak sering menegur jika salah satu dari kami terburu-buru sehingga ketika membuka/menutup pintu seperti terbanting.

Kelak saya akan faham bahwa dengan hati-hati adalah salah satu cara melatih diri untuk bersabar, melatih diri untuk memperhatikan setiap gerak badan, menjadi sadar.

Makan dengan sayuran

Adalah hukum wajib bagi kami anak-anaknya dalam setiap makan harus dengan sayuran, waktu kecil kami tinggal dirumah bersama nenek, bibi sepupu dari ayah yang mengasuh kami dari kecil, bapak dan meme (ibu dlm bahasa Bali ) dan kami berempat, dalam urusan masak bapak mewajibkan siapapun yang memasak untuk selalu membuat sayur berwarna hijau, Bapak sangat suka sekali daun singkong yang direbus ditambahi sambal bawang khas buatan rumah, sungguh sedap. Kata Bapak suatu hari, lihatlah itu sapi-sapi yang memakan rumput badannya kuat, gemuk dan bertenaga karena memakan sayur.

Selalu sedia obat P3K

Bapak kalau kemana-mana selalu membawa obat-obat untuk pertolongan pertama seperti paracetamol, obat diare, obat maag dan vitamin. Beliau selalu siap dalam kondisi apapun.

Prasasti

Kebiasaan Bapak yang menurut saya unik adalah memberi tanggal-bulan-tahun pada apapun yang beliau beli, buat, bangun dan benahi, sampai saat ini masih rapi terukir di kursi, lemari, tempat tidur, bangunan rumah, kamar mandi, dapur dan gudang tanggal-bulan-tahun pembuatan, pembelian atau selesai dibangunnya, Bahkan gagang pisau, golok, sabit, cangkul, semua ada tanggalnya, diukir!

Waktu saya kecil saya kurang tahu apa maksud bapak, setelah sekarang saat saya sendiri punya rumah ternyata catatan tanggal itu penting sehingga saya tahu kapan sebuah barang dibeli, kapan harusnya diperbaiki, kapan harusnya diganti. Catatan tanggal sangat penting!

Bersambung.

P_20151023_073135

One Response

  1. Inara ayu says:

    Menginpirasi sekali..hal kecil yang terkadang hanya lewat begitu saja. Hal2 kecil ini bisa jadi pondasi kuat dimasa mendatang.

Leave a Reply to Inara ayu Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *